Thursday 30 December 2021

Pengantar Akhir Tahun.

09:38 PM. 29 Desember 2021. 
Aku sangat cemas sejak beberapa jam sebelumnya. Setelah menenggak segelas kopi hitam pertamaku di tahun ini. Lucu sekali mengingat ini penghujung tahun tapi aku menyebutnya itu yang pertama. Iya, aku tidak mengingat pernah meminum kopi hitam di tahun ini. Lupa? Tidak, aku sangat yakin. Hal paling jelas terjadi saat ini mengenai kecemasanku. Aku tidak menemukan seseorang yg tepat untuk mengungkapkannya. Jadi, kurasa kutulis di sini saja.

Barangkali tulisan ini juga bisa bercerita kepada diriku masa depan. Bahwa, Desember ini sungguh gila.

Tuhan, aku meminta kedewasaan. Kemudian, dia hadir untuk diterima. 
Tuhan, aku meminta kebijaksanaan. Kemudian, ada dia dan segudang rencana yg berantakan untuk diselesaikan. 

Sungguh banyak yang terjadi, aku tidak mengerti harus mulai dari mana. Jika ditarik garis besarnya, aku punya penyesalan yang cukup dalam. Semuanya sudah terjadi tanpa aku sadari. Sungguh bodoh, mungkin? Sungguh menyesal, sangat.
Seketika aku membenci beberapa kenalanku yang seharusnya aku benci sedari dulu. 

Juni, awal Juni arah bagaimana aku akan menghabiskan Tahun ini sudah mulai ditentukan. Ketika aku menangis untuk pertama kalinya setelah sekian lama. Menangis karena kecewa akan diri sendiri dan setelah tersadarkan bahwa beban yang aku bawa di dunia ini begitu berat. Kemdian. Sisanya hanya terjadi hal-hal menarik dan tidak menarik. Barangkali, tidak perlu diceritakan. 

Di mulai dengan hari sabtu, 4 Desember, ketika aku mulai menemukan kerabatku yang sebenarnya. Ketakutan utama ku menjadi hal yang benar-benar nyata terjadi. Dengan begitu cepat. Dari arah yang tak pernah aku duga. 
Minggu, 5 Desember. Hal yang paling aku nilai paling dewasa tentang arti menerima. Benar-benar terjadi, dengan orang terdekatku. Tentu saja, dari arah yang tak pernah aku duga.

2 kejadian di atas secara runtut terjadi dan benar-benar memengaruhi rencanaku ketika pulang. Aku gabisa cerita sepenuhnya karena post ini bersifat publik.

Kemudian, hari hari berikutnya sangat berat. Namun, berangsur-angsur membaik selama seminggu dan begitu baik ketika mencapai minggu kedua. Hari-harinya aku lewati dengan brgitu baik, menjawa sedikit demi sedikit masalah yang ada. Membangun pondasi dan tembok relasi mulai dari awal. Sembari melengkapinya dengan hiasan kenangan. Iya, aku cukup lama mengenalnya namun baru ini aku begitu mengenalnya. 

Rabu, 15 Desember. Panggilan kantor agency pelayaran menunjukku untuk segera bersiap-siap menuju kantor kapan pun diputuhkan. Seharusnya ini menjadi kabar yang sangat baik bagi setiap taruna yang sedang melaksanakan praktek layar. Namun bagiku ini sesuatu yang lain. Lemas, seakan tak percaya begitu cepat aku pergi. Bahagia tetapi di lain sisi aku belum siap. Urusan ku di sini belum selesai!!!

Jumat, 17 Desember. Grup pelayaran pertama ku dibuat oleh pihak kantor. Aku harus segera bersiap! Perbaiki semuanya dan tentukan kemana relasi ku ini mengarah. Agar bersandar ke pelabuhan yang paling indah!

Minggu, 19 Desember. Sepulang aku menyiapkan semuanya, mental dan perasaan untuk meninggalkan apa yng aku bangun di sini. Masalah baru muncul. Ternyata waktu dan tenaga yang aku korbankan memiliki konsekuensi yang setimpal. Begitu hebat semuanya tertumpuk dan meledak di malam itu juga. Berlanjut hingga esoknya. 

Senin, 20 Desember. Hari paling berat bagi dia. Begitu dia pernah bercerita tapi di kemudian hari. Aku berusaha memperbaiki semua kesalahanku meskipun aku sadar semuanya begitu terlambat. Nasi sudah menjadi bubur, itu yang dikatakan oleh seseorang yang aku kecewakan. Aku hanya bisa menangis dihadapannya. Kecewa karena semuanya begitu berat. Seberat apa pun aku berusaha tetap saja ada hal yang aku korbankan, tidak semuanya bisa menjadi baik sesuai yang aku harapkan. Hmmm. Kedua kalinya di tahun yang sama aku menangisi hal yang sama. Kecewa dengan diriku sendiri dan merasa apa yang aku tanggung di dunia ini begitu berat.

Selasa, 21 Desember. Tiba di Bogor. 

Kamis, 23 Desember. Aku melepaskan dia. Aku pikir ini yg terbaik agar semuanya dapat mengalir. Toh besok tidak lama lagi aku akan pergi. 

Jumat, 24 Desember. Cancel onboard. Ini yang mengacaukan semuanya. Bukannya aku kecewa karena tidak jadi naik kapal. Tetapi, lebih parah lagi, tembok dan pondasinya aku bangun bukan untuk ini. Hiasannya juga bukan ditampilkan untuk ini.

Sabtu, minggu, senin. 25-29 Desember. Memang timbul masalah baru. Penyesuaian hubungan dan hatiku yang begitu kacau. Aku merasa sangat sendirian. Meskipun ini yang seharusnya aku lakukan, merasa kuat dengan diri sendiri. Di lain sisi ada keegoisan dan rasa bergantung yang begitu tinggi terhadap seseorang. Perlahan lahan aku mulai berdamai. Senin malam di kereta, ada hal baru, ada yang berubah. Dia berubah. Entah bagaimana. 

Selasa, 30 Desember. Aku menyelesaikan tulisan ini. Aku hanya membiarkan semuanya mengalir. Entah seperti apa skenario tuhan. Aku membiarkannya, pikirku itu mungkin akan jadi jawaban. Hal terbaik yang bisa aku lakukan nantinya adalah mengamati bagaimana semua itu terjadi. Tidak perlu memaksakan diri. Cukup memahami apa yang terjadi serta memposisikan diri harus bagaimana aku menyikapinya.

Sembari melihat bagaimana tahun ini akan berakhir. Masih ada 1 hari lagi. Aku pernah bercerita kepada Tuhan tentang keluh kesahku di tahun ini yang sebagian besarnya ada di bulan Desember. Sang pengantar akhir tahun. Begitu hebat dan gila. Entah suka ataupun duka yang akan terjadi. 

Lihat saja. 

Monday 9 September 2019

31: Untuk terakhir kalinya: 3/3

Bagian akhir ini aku tulis pada pukul 03.27. Gila aku blm tidur! Tak apalah pikirku kapan lagi aku bisa menulisnya? Barangkali stelah 3 bulan pendidikan nanti ingatanku sudah mulai kabur dan tidak rinci. Karena tertimbun ingatan ekstrim saat pendidikan.

Oke mulai lagi! 

Setelah turun dari pesawat di bandara Sultan Iskandar Muda dan sholat Ashar sejenak, aku menaiki taxi bersma 3 rekanku; Yayan(Madiun), Yoga(Madiun), dan Naufal(Surabaya); menuju Poltekpel Malahayati Aceh. Sesampainya di sana sua menghubungi Letda Turijan yang merupakan rekan ayahku sekaligus pelatih di poltek tsb. Kami ber 4 diarahkan oleh beliau mana kosan yg akan diambil, cara berperilaku, dan pesan agar selalu mengabari jika btuh sesuatu seperti belanja kebutuhan asrama.

Pukul 9 kami kelelahan dan langsung tidur.

Sabtu, kami pergi berbelanja di daerah sekitar masjid, lalu siangnya kami habiskan untuk tidur dan malamnya kami habiskan untuk menyiapkan sebagian barang dan ngopi di warung pak Abu. Pukul 10 tmn"ku kembali ke dalam, aku msh saja di kursi. Asyik membaca buku berjudul "Man's search for meaning" karya Victor E. Frankl yang menceritakan kisah seorang dokter psikolog menghadapi tekanan semasa menjadi tawanan Nazi di kamp-kamp konsentrasinya. Hingga aku diajak berbicara dg abang Taruna angkatan 1, sedangkan disitu posisiku hanya calon taruna angkatan 7. Aku mendapatkan pengalaman banyak darinya.

Minggu,  pagi nya kami molor karena semalam pda tidur di atas jam 2 karena beberapa kegaduhan yg tdk penting namun begitu seru. Paginya kami makan seperti biasa, dan berbincang dg bbrpa abang taruna dari angkatan 4 dan 5. Mereka dtg dr bbrpa penjuru kota, namun dominan berasal dari Sumatera sendiri dan Jawa. Siangnya aku habiskan pergi berkeliling Banda Aceh brsma rekan ku, Yayan. Kami berbelanja sdkt keperluan pribadi dan kemudian menuju museum Tsunami Aceh lalu diakhiri dg sholat Ashar di Masjid raya Aceh. Berangkat lancar namun pulangnya apes banget. Setidaknya sekitar 100rb kami berdua keluarkan untuk sekedar kembali ke kosan. Diantaranya karena labi labi atau angkot yg udh jarang, akhirnya kami naik bentor sekaligus untuk keliling cari warnet untuk print dokumen, di tengah perjalanan bentor ini mogok. Terpaksa kami ganti moda transportasi go car, yg harganya dibagi hny oleh 2 orang. Dari pusat kota menuju pesisir, harga go car ckup membuat 2 orng hrs merasa ikhlas. Malamnya aku habiskan untuk packing, melihat anime, dan menulis blog hingga pagi dini hari.

Ke-4 rekan ku yg unik in selalu bkin ketawa.
1. Si naufal asal Surabaya, aku suka gaya nya saat mengucapkan kata persahabatan "jancok".
2. Kemudian si Yayan asal Madiun yg gaya bercandanya saat menghina temannya begitu kocak.
3. Lalu si Yoga asal Madiun. Mmrtku dan rekan yg lain, dia ini yg paling aneh tingkah lakunya. Bahkan untuk diriku yg dinilai aneh oleh teman temanku di rumah dan sekolah, msh kalah aneh dg si Yoga ini. Slah satu tingkah kocaknya saat sholat dan kbtln bajunya dicuci, dia nekat pakai kaos kutang, sarung, dan peci haji. "yang penting menutupi aurat"  pikirannya, hahaha. Sesegera mungkin kami menertawakannya kemudian menyarankannya untuk menggunakan jaket.

Begitulah sdkt kekocakan dari bnyak kekocakan terjadi.

Sudah sepertinya aku ckup lelah untuk ttp mengetik, bagaimana caranya aku mengakhiri tulisan ini dg sebaik mungkin? Aku rasa hal terbaiknya adalah dg harapan, baiklah langsung saja, aku ingin tidur setidaknya 30 menit.
1. Aku harap pendidikan ku berjalan dg mulus tanpa ada rasa ingin kabur. Amin.
2. Semoga ingatanku atas peristiwa-peristiwa ini ttp berlangsung selamanya. Karena tdk sdktpun aku berencana melupakannya. Amin.

31: Untuk terakhir kalinya: 2/3

Jumat, 6 September 2019.

Pagi itu seperti biasa aku kesiangan, tepat pukul stngh 6 suars tegas dan garang keluar dari mulut manusia segarang singa

"Kak bangun, satu jam lagi kamu harus sdh brgkt!"

Suara ayahku keluar dg jelas memecah nyenyaknya tidurku. Huh kesal rasanya! Aku masih mengantuk! Pikirku tnpa mengucapkannya baik itu dlam hati sekalipun. Tp kesadaranku mengalahkan sifat buruk itu, sesegera mungkin aku terbangun dan kulihat bnyk anggota keluarga besar lainnya berkumpul. Tak terkecuali kakek nenek yg tampak bangga melihat cucunya akan pergi menempuh pendidikan baru. Selain itu, sang kakek juga membayangkan bahwa cucunya ini adalah seorang calon kapten kapal di masa depan. Kenapa  hanya kakek nenek yg aku sebutkan? Karena beliau lah PONDASI ku agar ttp kokoh menerima hasil tes yg diluar dugaan.

'Aku yg mendaftar di sekolah penerbangan di bawah kementerian perhubungan, akhirnya hrs ikhlas bahwa aku diterimanya di pelayaran. "kalah karena jumlah uang ya, yasudah.",  batinku pasrah. Sepulang dr kuliah stelah aku membaca hasil pengumuman dg rasa stngh tdk prcya, aku bertemu kakek nenek di rumah. Sang kakek selalu berpesan bahwa hasilku merupakan rejeki yang harus diambil. Sejak saat itu aku mulai sedkt demi sedikit berpikir secara terang dan terbuka.'

Kata" perpisahan sudah aku sampaikan ke teman-teman yang ada. Sesampainya di bandara sahabat"ku 4 anak(1 berhalangan hadir karena tuntutan kerja) ikut mengantarkan perjalanan ku hingga di bandara Juanda. Mereka tampak ikut membaur diantara keluarga besarku. Aku senang. Bandara tempat bagi mereka yg dtg bertmu keluarganya dan bagi mereka yang pergi meninggalkan kerabatnya. Untuk menyambut hal tsb, kami melingkar dan saling mengucapkan sepatah dua patah kata dan ditutup dg doa yg aku pimpin, dg harap kami dpt lengkap bertemu lg di kemudian tahun.

Setelah check in barang, melalui ayahku, aku dpat ijin untuk menemui keluargaku dan sahabat"ku. Sekedar berpamit dan mengucapkan kata" perpisahan. Aku lihat semua keluargaku sngt bahagia, sebagian menangis dg haru, namun ada pula yg menangis sedih. Yaitu keponakanku si cewek manis yg msh SD, karena itu ibunya yg jg tanteku ikut menangis. Aku peluk keduanya seraya mengucapkan "terima kasih" dan "baik baik y di sini".  Dari sekian anggota keluarga yg ku pamiti, hanya satu yg membuat ketegaran hatiku luluh, yaitu ibu ku. Entah kenapa pelukannya begitu hangat, bahkan air mataku yg membeku tegar akhirnya meleleh dan membasahi kedua bola mataku.

Kemudian, aku berjalan menuju ruang check in lg yang selanjutnya sampai pada boarding pass. Di situ ayahku berhenti dan tak lagi mengantarkanku. Aku peluk beliau dg seragam olahraga TNI AL ny yg gagah. Kulihat raut wajahnya yg tegar itu bersedih.  Kerutan di dahinya, kedua alis yg berusaha bersatu, menunjukkan jelas bahwa beliau benar-benar bersedih. Aku hanya dpat berkata:

"Terima Kasih, jasa Papa begitu besar buat kakak".

Pesawat take off menuju bandara Soekarno Hatta untuk sekedar transit pukul 09.05 WIB. Hingga nantinya aku sampai di Kabupaten Aceh Besar pukul 17.04 WIB.

Sunday 8 September 2019

31: Untuk terakhir kalinya: 1/3

To the very last time, adalah yang aku pikirkan untuk mengawali tulisan-tulisanku berikutnya.

~ Untuk diriku di masa depan, dan orang-orang disekitarku. ~

Disela-sela dini hari ini, aku merasa kedinginan. Dingin banget serasa kalori penghangat tubuhku lewat gtu aja. Tidak lama setelah itu setidaknya bbrp menit, sisa air wudhu yg menempel di kulitku menghilang secara alami. Entah kenapa bsa gtu, aku anggap itu reaksi kimia karena sebagian partikel air yg jatuh 1 per 1 karena angin malam dan sebagian lainnya masuk meresap ke sela-sela kulit. Hahaha. Aku ketawa dalam hati sbg reaksi dari sok tahuanku. Aku yg cm anak lulusan SMK berkompetensi di bidang IT mana mungkin menjawab hal itu dg benar. Apalagi sejak klas 10 hingga 12 tidak pernah sekalipun merasakan jam pelajaran Kimia.

Sungguh sangat banyak kejadian di akhir 2 minggu. Awalnya aku ingin menceritakannya dg rinci; dimulai dari kampus UINSA, surat cinta pertamaku, sahabat-sahabat baruku, teman baruku si extrovert saat di jembatan Surabaya, teman cewekku yg marah karena pengunduran diriku sbg mahasiswa yg mendadak tanpa kabar sblmny, hingga reaksi orang-orang disekitarku  yg diluar dugaan.

Semua begitu bernilai, hanya dlam waktu 2 minggu saja sblm keberangkatanku pada hari itu dari bandara Juanda menuju bandara Sultan Iskandar Muda. Seperti yg dikatakan temanku yg kurang lebih begini: "Pertemuan kita singkat tetapi penuh nilai"

Aku selalu menggunakan kata" itu untuk memberikan nilai pada suatu kesan dari setiap kejadian-kejadian yg ada setelahnya. Meskipun tdk ada standar yg pasti, hanya bergantung pendekatan perasaanku saja saat itu, setidaknya aku msh bisa menilai makna di balik tiap-tiap persitiwa yang ada.

Banyak pemandangan dan foto-foto yg berhasil aku ambil untuk mendukung tulisan ini. Namun, ternyata aplikasi Blogger dari play store blm mengizinkan fitur tsb. Entah karena aku yg kurang menguasai atau gmn, yg jelas aku hanya bsa mengetik kata-kata. Aku sadar bahwa tulisanku ini berantakan tak terarah. Sewajarnya aku yg sedang mengantuk dan memaksa untuk menulis sendirian di depan kosannya.

11, 12, 13, 14, dan 15

11。
"Semalam aku tidur bersama seorang bidadari Surga. Pagi harinya, tanpa sepengetahuanku, dia sudah pergi.
'Cintaku', begitu bisikku kala kami berpelukan. 'Pelacur!' jeritku saat dia tidak ada."

12。
"'Berapa banyak yang harus dia pilih selain aku? Dia menghibur yang lain sementara aku mengorbankan segalanya dan merasa hancur tanpanya.'
Kalau aku memang tidak mencintainya, buat apa aku begitu peduli pada kepergiannya?"

13。
Cinta seperti sebuah benteng yang mengurungmu agar tak bisa melarikan diri. Jangan membayangkan bahwa cinta telah membukakan kedua matamu. Tidak! Ia justru menutup mereka sampai kau meraba sembari merangkak dalam gelap.
Tapi... itu memang bukti dari kekuatan cinta, yang terkadang tampak membebaskanmu, walaupun sebenarnya bagai rantai yang melilit dan menyeret. Dan terkadang tampaknya cinta juga membuka matamu,  walau sesungguhnya kau benar-benar telah dibutakan.

14。
Konspirasi cinta. Cinta itu mengurung, membatasi, dan selalu menuntut. Kalau memang cinta memberimu kebahagiaan ketika ada cinta lain diantaramu sehingga 'berada disampingnya terasa begitu nyaman dan hangat'. Lantas bagaimana jika kebahagiaan itu tidak bisa kau terima lagi?

Manis rasa buah itu bagaikan racun yang pahit bagimu. Melawan diri sendiri dengan terus merasakan cinta. Maka cinta itu tidak bisa terus berlangsung demikian disepanjang waktumu, kecuali jika hati dan cinta mu itu benar-benar mengerti arti dari keberadaan mereka sendiri. Sebuah makna yg begitu jelas namun rabun para pencarinya.
11-14, dikutip dari (Al-shawni, 2005. The Madness of God & The Man Who Have The Elephant)

15。
Entah apa yang bisa kusampaikan, aku selalu yakin bahwa setiap orang memiliki kepemahaman sendiri yang bisa dia petik. Dia tau mana yang terbaik baginya sendiri. Seberapa besar kebaikan yang dia serap, seberapa besar nilai yang dia ambil. Setiap orang pasti berbeda.
.
Bagiku cinta itu anugerah yang utama. Tuhan menciptakan segala sesuatunya berpasangan. Namun, penghargaan terbesar bagi cinta itu sendiri adalah menghargai hal yang paling utama, yaitu diri sendiri, jiwa dan raga.